RSS

PEMANFAATAN LIMBAH TAHU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya alam sekitar kita adalah sebuah ekosistem yang sangat menakjubkan dalam hal mempertahankan kelestariannya. Adanya campur tangan manusia menjadikan lingkungan yang ada menjadi rusak, karena melebihi daya dukung lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan beberapa permasalahan lingkungan hidup manusia seperti pencemaran lingkungan, saluran mampet, sampah menggunung sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.
Mendengar kata limbah, bayangan orang tertuju pada barang sisa, buangan, kotor, dan mencemari lingkungan. Karenanya, wajar jika kita selalu berusaha menjauhkan limbah dari rumah dan lingkungan kita. Namun, ini bukan berarti bahwa kita semua telah melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik dan benar. Masih banyak orang bahkan industri yang membuang limbahnya sembarangan.
Industri tahu merupakan industri rakyat, yang sampai saat ini masih banyak yang berbentuk usaha perumahan atau industri rumah tangga. Walaupun sebagai industri rumah tangga dengan modal kecil, industri ini memberikan sumbangan perekonomian negara dan menyediakan banyak tenaga kerja. Namun pada sisi lain dihasilkan limbah cair dan padat yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri tahu adalah orang-orang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan limbah industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan harus mendapat perhatian yang serius.
Sejak dulu, pabrik tahu terkenal sebagai sumber pencemaran sungai dan bau busuk. Limbahnya sering menimbulkan protes penduduk sedangkan sungai yang dibuangi limbah turun mutu perairannya sehingga akan merusak ekosistem yang hidup di sungai itu. Sebagai contoh yang dialami warga Banyuanyar, Solo yang mengeluhkan bau menyengat limbah tahu yang dibuang di sungai Kalianyar, apalagi di musim kemarau baunya kian terasa karena aliran sungai yang tidak begitu deras membuat limbah tidak dapat mengalir di sungai. Kasus ini juga merupakan masalah bagi para pengusaha tahu karena mereka kebingungan untuk membuang limbah.
Maka diperlukan terobosan baru untuk merekayasa lingkungan demi kebaikan. Misalkan dengan melakukan usaha dengan membuat nata de soya, biogas, tempe gembus, makanan dan minuman hewan. Usaha tersebut berguna untuk memenuhi kebutuhan akan lingkungan yang sehat dan memotivasi masyarakat sekitar industri tahu untuk memanfaatkan limbah cair dan padat industri tahu sebagai bahan baku pembuatan nata de soya, biogas, tempe gembus, makanan dan minuman hewan. Karena selama ini para pengusaha tahu membuang limbah tersebut ke selokan atau ke sungai-sungai kecil di sekitar rumah. Tindakan tersebut menimbulkan bau busuk terutama di musim kemarau, air buangan berwarna hitam, keluhan sumur penduduk dan banyaknya nyamuk di sekitar aliran sungai tersebut.

1.2 Perumusan Masalah
Pada umumnya para pengusaha menganggap bahwa limbah cair dan padat dari industri tahu tersebut tidak bernilai ekonomis. Keadaan tersebut di atas menyebabkan keuntungan pengusaha tahu belum maksimal karena mereka hanya dapat menjual tahu saja, sedangkan limbah cair dan padat dari tahu hanya dibuang. Upaya untuk mengoptimalkan agro industri kedelai ini dapat dilakukan dengan beberapa masukan teknologi sederhana. Limbah tahu tersebut dapat diolah menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis tinggi. Produk tersebut diharapkan dapat dihasilkan dalam skala industri.

1.3 Tujuan
Berawal dari masalah di atas, maka daya cemar limbah tahu dapat ditekan semaksimal mungkin dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku untuk menghasilkan bergizi yang dapat dikonsumsi masyarakat dan berhasil mengubah kata limbah menjadi suatu produk yang bermanfaat. Dengan demikian diharapkan kebutuhan gizi masyarakat sekaligus pendapatan pengusaha tahu dapat lebih ditingkatkan.

1.4 Manfaat
Dengan pemanfaatan limbah cair dan padat dari industri tahu diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pengusaha tahu di samping mengurangi pencemaran lingkungan. Produk Nata de Soya dan tempe gembus juga menambah keanekaragaman bahan pangan dari kedelai yang dapat di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu limbah tahu juga bisa dibuat menjadi biogas sehingga dapat mengurangi krisis energi yang terjadi selama ini serta juga dapat dijadikan sebagai makanan maupun minuman pada hewan.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena dinilai tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian :
1.      Limbah cair
2.      Limbah padat
3.      Limbah gas dan partikel
4.      Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :
1.      Volume limbah
2.      Kandungan bahan pencemar
3.      Frekuensi pembuangan limbah.
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1.      pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2.      pengolahan menurut karakteristik limbah
Indikasi pencemaran air dapat diketahui baik secara visual maupun pengujian yaitu sebagai berikut :
1.      Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2.      Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal dari limbah industri atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3.      Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
a)      Bahan buangan padat
b)      Bahan buangan organik
c)      Bahan buangan anorganik
Penyusun mengambil contoh pada limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan tahu dikarenakan pencemaran akibat air limbah tahu merupakan masalah utama yang mengganggu kesehatan lingkungan. khususnya pada musim kemarau. Selama ini air limbah tahu tersebut belum pernah dimanfaatkan sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar industri. Air limbah tahu adalah air sisa penggumpalan tahu yang dihasilkan selama proses pembuatan tahu (Lestari, 1994).
Air limbah tahu masih mengandung bahan-bahan organik seperti protein, lemak dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap (Shurtleft dan Aoyogi, 1975). Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein, karbihidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimanfaatkan akan menguntungkan perajin tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.

2.2     Kedelai
Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" di depan namanya) adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia. Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, di antaranya adalah Ringgit, Orba, Lokon, Darros, dan Wilis. Edamame adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang.
Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang telah dibuat. Biasanya berjarak 20-30 cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi starter, bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya.
Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.
Kedelai merupakan terna dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai putih dari daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari pendek dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Kedelai akan segera berbunga apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13 jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi di daerah tropika, karena tanaman terlalu dini berbunga.
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih.
Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah dibawah kepaing, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran (tauge).
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3).
Kedelai berbatang dengan tinggi 30–100 cm. Batang dapat membentuk 3 – 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.
Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi
a.       tahu (tofu),
b.      bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),
c.       tempe,
d.      susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa),
e.       tepung kedelai,
f.       minyak. (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel)

2.3     Tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu), (Hanzi: 豆腐, hanyu pinyin: doufu) yang secara harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi: 劉安) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han.
Di Jepang dikenal dengan nama tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia. Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai makanan rakyat. Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang dan tahu Kediri. Aneka makanan dari tahu antara lain tahu bacem, tahu bakso, tahu isi (tahu bunting), tahu campur, perkedel tahu, kerupuk tahu, dan lain-lain.
 










             Gambar 2.1 Tahu isi
(Sumber: Sistem Informasi Pola Pembiayaan / Lending Model Usaha Kecil)

2.4     Bahan Pembuatan Tahu
2.4.1  Bahan Baku 
Untuk memproduksi tahu di gunakan bahan baku pokok kedelai. Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat dan kedelai hijau. Para pengrajin tahu biasanya memakai kedelai kuning sebagai bahan baku utama, akan tetapi juga kedelai jenis lain, terutama kedelai hitam.
Bahan baku untuk membuat tahu kualitas tinggi adalah kedelai putih berbiji besar-besar. Kemudian perlu juga asam cuka (kadar 90 %) yang dipakai sebagai campuran sari kedelai agar dapat menggumpal menjadi tahu. Selain asam cuka dapat juga di pakai batu tahu (CaSo4) atau sulfat kapur yang telah di bakar dan ditumbuk dibuat tepung.
Kedelai berbiji besar bila bobot 100 bijinya lebih dari 13 gram, kedelai berbiji sedang bila bobot 100 bijinya antara 11 – 13 gram dan kedelai berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 7 -11 gram. Biji kedelai yang dipakai oleh para pengrajin untuk membuat tahu digiling sesudah biji kedelai di rendam sekitar 7 jam terlebih dahulu. Alat perontok biji kedelai dapat digerakkan dengan listrik maupun dengan penset tergantung persediaan listrik di Sentra dari PLN.
Syarat mutu kedelai untuk memproduksi tahu kualitas pertama adalah sebagai berikut :
1.      Bebas dari sisa tanaman, (kulit palang, potongan batang atau ranting, batu, kerikil, tanah atau biji-bijian)
2.      Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit,
3.      Biji kedelai tidak memar,
4.      Kulit biji kedelai tidak keriput.
Tingkat mutu kedelai dapat dipilah sesuai kelas mutu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Syarat Pokok Mutu Kedelai
Kriteria % Bobot
Mutu I
Mutu II
Mutu III
1. Kadar air maksimum
2. Kotoran maksimum
3. Butir rusak
4. Butir keriput
5. Butir belah
6. Butir warna lain
13 %
1 %
2 %
0 %
1 %
0 %
14 %
2 %
3 %
5 %
3 %
5 %
16 %
5 %
5 %
8 %
5 %
10 %
(Sumber : SK Menteri No 501/Kpts/TP.803/8/1994)

2.4.2  Bahan Pembantu Pembuatan Tahu
Dalam seluruh proses produksi tahu air bersih sangat penting, baik untuk mencuci, merendam maupun untuk membuat sari kedelai. Kalau pengrajin ingin membuat tahu kuning perlu menambah kunyit yang telah diparut dan diperas. Untuk menambah rasa asin, misalnya dapat menambah garam, untuk menambah rasa wangi sari kedelai dicampur, misalnya dengan bubuk ketumbar, jintan, kapol, cengkeh, pala atau bahan-bahan dari ramu-ramuan lain. Pengrajin dapat pula membeli bubuk wangi buatan, misalnya bubuk buatan Cina.
2.5     Proses Pengolahan Tahu
2.5.1  Proses Produksi Tahu Tradisional
Tahap dalam proses produksi tahu secara tradisional adalah sebagai berikut:
1.      Kedelai di rendam air selama 12 jam,
2.      Dikuliti dengan cara tradisional yaitu diinjak-injak dengan kaki sampai kulit ari kedelai lepas. misalkan : (1 ton kedelai)
3.      Ditumbuk sampai halus,
4.      Dimasak sampai mendidih,
5.      Disaring sarinya kemudian dicetak,
6.      Diamkan sampai kental.
Gambar 2.2 Alat untuk menghaluskan kedelai
(sumber: www.wikipedia.com)
2.5.2  Proses Produksi Tahu Modern
Gambar 2.3 2 Dimensi pabrik tahu
(sumber: www.wikipedia.com)
Tahap dalam proses produksi tahu secara modern adalah sebagai berikut:
1.      Kedelai dipilih dengan penampi untuk memilih biji kedelai besar. Kemudian di cuci serta direndam dalam air besar selama 6 jam,
2.      Setelah di rendam di cuci kembali sekitar 1/2 jam,
3.      Setelah di cuci bersih kedelai di bagi-bagi diletakkan dalam ebleg terbuat dari bambu atau plastik,
4.      Selanjutnya kedelai giling sampai halus, dan butir kedelai mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung,
5.      Selesai digiling langsung direbus selama 15 – 20 menit mempergunakan wajan dengan ukuran yang besar-besar . Sebaiknya jarak waktu antara selesai digiling dan dimasak jangan lebih dari 5 – 10 menit, supaya kualitas tahu menjadi baik,
6.      Selesai dimasak bubur kedelai diangkat dari wajan ke bak/tong untuk disaring menggunakan kain belacu atau mori kasar yang telah di letakkan pada sangkar bambu. Agar bubur dapat di saring sekuat-kuatnya diletakkan sebuah papan kayu pada kain itu lalu ada satu orang naik di atasnya dan menggoyang-goyang, supaya terperas semua air yang masih ada pada bubur kedelai. Limbah dari penyaringan berupa ampas tahu. Kalau perlu ampas tahu diperas lagi dengan menyiram air panas sampai tidak mengandung sari lagi. Pekerjaan penyaringan di lakukan berkali-kali hingga bubur kedelai habis.
7.      Air sampingan yang tertampung dalam tong warna kuning atau putih adalah bahan yang akan menjadi tahu. Air saringan di campur dengan asam cuka untuk menggumpalkan. Sebagai tambahan asam cuka dapat juga air kelapa atau cairan whey (air sari tahu bila tahu telah menggumpal) yang telah di eramkan maupun bubuk batu tahu (sulfat kapur)
8.      Gumpalan atau jonjot putih yang mulai mengendap itulah yang nanti sesudah dicetak menjadi tahu. Air asam yang masih ada dipisahkan dari jonjot-jonjot tahu dan disimpan, sebab air asam cuka masih dapat digunakan lagi. Endapan tahu dituangkan dalam kotak ukuran misalnya 50 x 60 cm dan sebagai alasnya di hamparkan kain belacu. Adonan tahu kotak dikempa, sehingga air yang masih tercampur dalam adonan tahu itu terperas habis. Pengempaan dilakukan sekitar 1 menit, adonan tahu terbentuk kotak, yang sudah padat, di potong-potong, misalnya dengan ukuran 6 x 4 cm, sebelum menjadi tahu siap di jual. (Sumber: Sistem Informasi Pola Pembiayaan / Lending Model Usaha Kecil)




2.6     Hasil Produksi
Hasil utamanya adalah tahu, tetapi pada proses produksi tahu juga menghasilkan dua jenis limbah, limbah padat dan limbah cair. Untuk limbah padat yaitu yang biasa disebut dengan ampas tahu umumnya dijadikan bahan pakan ternak seperti sapi dan babi maupun makanan ikan di laut. Sementara itu untuk limbah cair masih menemui kendala, karena banyak pabrik tahu skala rumah tangga tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai tersebut. Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5 - 2 m3 air limbah.
Limbah cair berasal dari sisa air tahu yang tidak menggumpal, Potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya proses penggumpalan, limbah tahu biasanya keruh dan berwarna kuning muda keabu-abuan dan bila dibiarkan akan berwarna hitam dan berbau busuk (Sumber: Penanganan air Limbah Pabrik Tahu oleh Nurhasan & Bb. Pramudyanto. Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari). 1991)















BAB III
LIMBAH TAHU

3.1  Pencegahan Limbah Tahu
Pencemaran akibat limbah cair tahu oleh pabrik di tengah-tengah pemukiman berdampak negatif pada keadaan lingkungan di sekitarnya. Bau busuk yang bersumber dari limbah cair tahu yang dibuang melalui saluran, langsung ke badan air penerima. Semua itu dapat diminimalkan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan tahu yang lebih baik dan sedikit menghasilkan limbah dan dengan penerapan Produksi Bersih (Cleaner Production). Penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah padat maupun limbah cair berkurang. Selain itu juga bisa menggunakan Prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse Recycle pada Proses Pengolahan Limbah Tahu.
a.      Reduce
1. Pengolahan Limbah Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
2. Pengolahan Limbah Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tidak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
3. Pengolahan Limbah Secara Biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
b.      Reuse
Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak dan makanan ikan. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan.
c.       Recycle
Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air didih.

3.2  Pemanfaatkan Limbah Tahu
Limbah bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan, pada limbah tahu bisa dimanfaatkan sebagai makanan ternak, makanan ikan, bahan pembuatan nata de soya, sebagai biogas, dan bisa juga dibuat untuk makanan manusia yaitu tempe gembus. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan tahu yaitu limbah cair dan limbah padat, kedua jenis limbah ini dapat dimanfaatkan yang akan dijelaskan di bawah ini.
3.2.1 Limbah Cair
3.2.1.1 Nata De Soya
Limbah cair tahu selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Limbah cair tahu mempunyai prospek untuk dimamfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa dikenal dengan nata.
Dengan pertolongan bakteri Asetobacter xylinum maka komponen gula yang ditambahkan ke dalam subtrat air limbah tahu dapat diubah menjadi suatu bahan yang menyerupai gel dan terbentuk di permukaan media. Menurut hasil penelitian micorbial cellulose ini nata selain untuk makanan, sekarang (teruatma di Jepang) telah dikembangkan untukt keperluan peralatan-peralatan yang berteknologi tinggi, misalnya untuk membran sound system.
Pemanfaatan air limbah industri tahu untuk produk pangan yang digemari masyarakat merupakan alternatif terbaik yang dapat ditawarkan kepada pengusaha tahu. Selama ini mereka hanya memproses kedelai menjadi tahu serta susu kedelai dan membuang seluruh limbah pabrik. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa limbah tersebut tidak bernilai ekonomis sama sekali. padahal pemanfaatan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar industri dengan adanya industri UKM baru berupa pemanfaatan limbah tahu menjadi nata de soya.
Limbah tahu mempunyai peluang ekonomis dan potensi gizi yang baik bila diolah menjadi produk pangan nata de soya. Oleh karena itu, pengembangan model usaha nata de soya perlu dilakukan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk membina pengusaha tahu dalam masyarakat di sekitar industri tahu dalam hubungannya dengan proses produksi, pengemasan dan pemasaran nata de soya.
Salah satu produk pangan asal air limbah tahu yang mempunyai prospek baik adalah pembuatan nata. Hal ini mengingat bahan pangan tersebut banyak digemari dan telah mampu mendapat pasaran baik di Indonesia maupun luar negri. Selama ini nata de coco telah merebut hati masyarakat tetapi sebagian besar belum mengetahui tentang produk nata yang berasal dan air limbah tahu yaitu nata de soya padahal produk ini mempunyai rasa yang lebih enak daripada nata de coco disamping kandungan selulosa dan proteinnya juga jauh lebih tinggi (Basrah Enie dan Supriatna, 1993; Lestari, 1994).
Nata de Soya merupakan alternatif pilihan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang terasa langsung kerugiannya bagi manusia. Pembuatan Nata de Soya sama dengan Nata de Coco, bedanya hanya pada medianya yaitu limbah air kedelai dengan limbah air kelapa.
whey-tahu22Nata de soya atau sari nata kedelai adalah sejenis makanan dalam bentuk Nata, padat, putih dan transparan, merupakan makanan penyegar dan pencuci mulut, yang dapat dicampur dengan fruit coctail, es cream atau cukup ditambah sirup saja. Nata de Soya dibentuk oleh bakteri “Acetobacter xylinum” yang merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob, pada media cair dapat membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa centimeter, kenyal, putih dan lebih lembut dibanding Nata de Coco.






Gambar 3.1 Nata de soya
(sumber: www.wikipedia.com)
Cara pembuatan nata de soya
Teknologi pembuatan nata de soya cukup sederhana karena semua bahan baku, baik limbah tahu maupun enzimnya yaitu Asetobacter xylinum semuanya dapat diperoleh dengan mudah.
Bahan:
1.      1/2 L limbah cair tahu
2.      ½ L air kelapa
3.      200 ml Acetobakter xinilum
4.      25 ml asam cuka glasial
5.      50 gram fermipan
6.      100 gram gula pasir
7.      Pewarna makanan secukupnya
8.      Aroma makanan secukupnya
9.      Gelas plastik untuk pengemasan
10.  Minyak tanah
11.  Kertas lakmus
12.  Kertas sampul
13.  Sendok kecil
14.  Kecambah

Alat
1.      Kompor
2.      Panci
3.      Pisau atau gunting
4.      Pengaduk
5.      Botol selai
6.      Gelas ukur 100 ml
7.      Benang wol
8.      Timbangan
9.      Dandang

Cara kerja
1.    Tahap awal sterilisasi botol selai dengan cara mengukusnya dalam dandang selama kurang lebih 2 jam.
2.    Membuat ekstrak kecambah dengan cara merebus kecambah sambil ditekan-tekan dengan menggunakan pengaduk pada air yang mendidih.
3.    Mengambil ekstrak kecambah tersebut sebanyak 250 ml.
4.    Merebus I/2 L air limbah tahu dan ½ L air kelapa serta ekstrak kecambah sampai mendidih selama 15 menit, kemudian matikan kompor.
5.    Menambahkan asam cuka glasial 25 ml pada rebusan tersebut.
6.    Memasukkan ke botol selai masing-masing 200 ml (tutup kembali dengan menggunakan kertas sampul biar tidak terkontaminan. Biarkan sampai dingin.
7.    Memasukkan starter ke dalam botol tersebut dengan perbandingan 1:5
8.    Tutup yang rapi dengan menggunakan kertas sampul.

3.2.1.2 Biogas       
Limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu.
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).
Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar.
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.
Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :
a. Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.
b. Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat menghemat energi.
 








Gambar 3.2 Skema pengolahan biogas
A. Bahan
1.      Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biogas adalah limbah cair tahu, , drum minyak,
2.      Plat/stainless steel pipa PVC 0.5 inch, PVC, sambungan siku 0.5 inch, PVC sambungan T
3.      0.5 inch, PVC ulir 0.5 inch jantan 26 dan betina, lem PVC, stop kran 0,5 inchi, elbow, bata merah,
4.      Semen, pasir, pipa PVC 5 inchi, botol plastik, fiberglass, ban dalam, dan tali karet
5.      Ban dalam.
6.      Bahan yang digunakan pada pengujian jumlah koloni adalah spiritus, alkohol, media agar,
7.      Buffer fosfat/ 0.85% NaCl/ larutan Ringer, dan starter/EM4.
Sistem ini sudah melalui ujicoba selama kurang lebih selama tiga tahun. Hasil analisis Pertamina, biogas mengandung 87,9 persen methanol. Secara singkat, teknologi yang digunakan sangat sederhana yakni dengan membuat bak penampungan semacam septic tank. Limbah cair, kata dia, dialirkan kedalam bak pendingin, setelah dingin kemudian masuk ke sistem biogas. Dari sistem ini baru dihasilkan gas yang bisa digunakan untuk memasak.
Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Biogas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.
3.2.2 Limbah Padat                  
3.2.2.1 Tempe Gembus
Tempe gembus merupakan tempe yang dibuat dari ampas tahu, kadang-kadang dicampur dengan dedak halus / ampas kelapa segar. Istilah gembus menggambarkan keadaan fisik / teksturnya. Seperti diketahui, tahu dibuat dari sari kedelai yang telah digiling secara basah, kemudian disaring dan diperas. Ampas sisa proses penyaringan dan pemerasan tersebutlah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe gembus. Bahan tersebut masih kaya akan minyak, sehingga mempunyai rasa gurih. Meski berasal dari ampas tahu, tapi namanya berubah menjadi ‘tempe’ gembus, bukan tahu gembus.
gembus gorengAkan tetapi, dari sudut nilai gizinya, tempe gembus hampir tidak menyumbang nutrien yang penting (Kasmidjo, 1989/1990). Pengolahan dengan cara dibacem maupun digoreng tepung ternyata dapat meningkatkan nilai gizinya. Di Bumisegoro, ada variasi gorengan tempe gembus dengan menganalogkan dengan tahu isi (istilah di Bumisegoro, tahu susur, di Temanggung tahu cokol). Perselingkuhan yang menghasilkan gembus susur tidak kalah rasanya dengan tahu susur.






Gambar 3.3 Tempe Gembus
Secara nasional, tempe gembus sering merepresentasikan khasanah kuliner yogya atau Solo. Bumisegoro sebagai kampung kecil di antara keduanya nderek mawon. Di daerah lain, keluarga tempe gembus dikenal dengan nama tempe rempos, dage (banyumas), oncom tahu (Sunda) dan menjes (kera ngalam, malang).

3.2.2.2 Makanan dan Minuman Hewan
Ampas Tahu untuk makanan ikan di laut Ampas Tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu. Untuk menjadi bahan baku pakan, ampas tahu bisa langsung diberikan pada ikan dengan tambahan sedikit ikan asin, atau dapat juga diolah lebih dulu menjadi tepung dengan mengeringkannya dalam oven/dijemur lalu digiling. Nilai gizi yang terkandung adalah protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%.
Ampas tahu juga digunakan sebagai minuman pada sapi dengan cara ampas tahu dicairkan dengan air kemudian di aduk hingga merata dan ditambah dengan sedikit garam.












BAB IV
KESIMPULAN

4.1    Kesimpulan
1.      Limbah tahu dapat diolah menjadi berbagai macam produk yaitu nata de soya, biogas, tempe gembus, makanan dan minuman hewan.
2.      Dengan pengolahan limbah tahu yang sistematis dapat meminimalkan pencemaran lingkungan.
3.      Dapat memaksimalkan pendapatan para pengusaha tahu dan masyarakat sekitar pabrik pengolahan tahu.





















DAFTAR PUSTAKA


Basrah Enie dan supritna, 1993, Pembuatan Nata de soya, BPPIHP, Bogor.
Effendi, 2006, Pembuatan Nata de soya. (Online Http://www.indonesia.com/bpost/082006/8/kalsel/lbm3.htm Diakses Tanggal 27 Agustus 2006)
Hardiyanto.1997.Pemanfaatan Limbah Tahu Untuk Nata De Soya. (Online: Http://www.indonesia.com/intisari/1997/mei/natadesoya.htm Diakses Tanggal 27 Agustus 2006)
Lestari, R.S.E, 1994, Memasyarakatkan Model Usaha Industri Nata de soya dalam Rangka Perwujutan Pengembangan Agroindustri Akrab Lingkungan, pangan 20(V) : 60-64.
Nurhasan dan Bb. Pramudyanto, 1991, Penanganan air Limbah Pabrik Tahu. Yayasan Bina Karya Lestari, Jakarta.
www.google.com
www.wikipedia.com



























LAMPIRAN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: