RSS

Rancang Campur (Mix Design)


Rancang Campur (Mix Design)
(Cara Departemen Pekerjaan Umum)

Pada saat ini dalam bidang pembuatan bangunan banyak digunakan beton mutu tinggi, sehingga dituntut untuk dapat merancang perbandingan campuran lebih tepat sesuai dengan teori perancangan proporsi campuran adukan beton. Perencanaan adukan beton dimaksudkan untuk mendapatkan beton dengan tingkat mutu yang sebaik–baiknya, yaitu :
a      Kuat tekannya tinggi
b      Mudah dikerjakan
c      Tahan lama (awet)
d     Murah
e      Tahan aus
 
Langkah-langkah pokok dalam pengerjaan berdasarkan cara Departemen Pekerjaan Umum adalah :
1).   Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.
       Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan strukturnya dan kondisi setempat. Di Indonesia, yang dimaksudkan dengan kuat tekan beton yang disyaratkan ialah kuat tekan beton dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya 5% saja.
2).   Penetapan nilai deviasi standar (s).
       Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar berdasarkan pada hasil pengalaman praktek pelaksana untuk pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
       Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar :
      
       dimana :
       S   =  deviasi standar
=  kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda uji (Mpa)
        = kuat tekan beton rata-rata, menurut rumus :  (Mpa)
n   = jumlah nilai hasil uji yang harus diambil minimum 30 buah (satu hasil           uji adalah uji rata-rata dari 2 buah benda uji)

Data hasil uji akan digunakan jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa pada masa lalu. Persyaratan jumlah data hasil uji minimum 30 buah. Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali.

Tabel 1.4. Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah Data
30
25
20
15
<15
Faktor Pengali
1,00
1,03
1,08
1,16
Tidak boleh
 Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo

Apabila pelaksana tidak mempunyai catatan hasil pengujian beton yang memenuhi persyaratan (jumlah data <15), maka nilai margin diambil sebesar 12 Mpa.
3).   Penghitungan nilai tambah (margin).
Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 Mpa maka langsung ke (4).
       Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar maka
       digunakan rumus :
  M = K x S
       dimana :
       M = nilai tambah (Mpa)
       K = 1,64
       S = deviasi standar
4).   Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan.
  Kuat tekan beton rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus :
f’cr = f’c + M
       dengan :
f’cr = kuat tekan rata-rata (Mpa)
f’c  = kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
M  = nilai tambah (Mpa)
5).   Penetapan jenis semen Portland.
       Menurut PBUI 1982 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5
       jenis, yaitu : jenis I, II, III, IV, dan V.
6).   Penetapan jenis agregat Jenis kerikil dan pasir ditetapkan, apakah berupa agregat alami (tak dipecahkan) atau agregat jenis batu pecah (crushed agregate).
 7).   Penetapan faktor air semen.
  Cara penetapan faktor air semen adalah :
a.    Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan melihat grafik “Hubungan FAS dan Kuat Tekan Rata-Rata Silinder Beton”.
b.    Berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar, dan kuat tekan rata-rata yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai FAS dengan tabel  berikut :
Tabel 1.5. Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan FAS 0,5
Jenis Semen
Jenis Agregat  Kasar
Umur (hari)
3
7
28
91
I, II, III
Batu alami
17
23
33
40

Batu pecah
19
27
37
45
IV, V
Batu alami
21
28
38
44

Batu pecah
25
33
44
48
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

8).   Penetapan faktor air semen maksimum.
       Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak maka perlu ditetapkan nilai FAS maksimum berdasarkan tabel 1.5. Jika nilai FAS maksimum ini lebih rendah daripada nilai FAS langkah (7) maka nilai FAS inilah yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
Tabel 1.6. Faktor Air Semen Beton Bertulang Dalam Air
Berhubungan Dengan
Tipe Semen
Faktor Air Semen
Air Tawar
Semua Tipe I–IV
0,5
Air Payau
Tipe I + pozolan (15-40 %) atau
Semen Portland Pozolan
Tipe II atau V
0,45
Air Laut
Tipe II atau V
0,45
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo



9).     Penetapan nilai slump.
    Nilai slump ditetapkan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan, maupun jenis strukturnya.
10).   Penetapan besar butir agregat maksimum.
    Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi :
   a).  Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan.
   b).  Sepertiga dari tebal plat.
   c).  Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau                     berkas-berkas tulangan .
11).   Penetapan kadar air bebas.
    Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut :
a.     Agregat alami dan agregat dipecah yang dipergunakan nilai-nilai pada tabel  1.7.
Tabel 1.7. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
Slump (mm)
Nilai Slump
ukuran besar butir agregat maks. (mm)
Jenis Agregat
0 – 10
10 - 30
30 - 60
60 - 100
10
Alami
150
180
205
225
Batu pecah
180
205
230
250
20
Alami
135
160
180
195
Batu pecah
170
190
210
225
40
Alami
115
140
160
175
Batu pecah
155
175
190
205
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

b.     Agregat campuran (alami dan batu pecah) dihitung menurut rumus                       berikut  :
A = 0,67 Ah + 0,33Ak
dimana :   A  = jumlah air yang dibutuhkan
Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halus
Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasar
12).   Berat semen yang diperlukan.
   Berat semen permeter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air     (langkah 11) dengan FAS yang diperoleh pada langkah (7) dan (8).

13).   Kebutuhan semen minimum.    
   Kebutuhan semen minimum ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus, misal lingkungan korosif, air payau, dan air laut.
Tabel 1.8. Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Jenis Pembetonan
Semen minimum (kg/m3)
Beton didalam ruang bangunan
a.       Keadaan keliling non-korosif
b.      Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif
Beton diluar ruang bangunan
a.       Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari
b.       Terlindung dari hujan dan terik matahari
Beton yang masuk kedalam tanah
a.       Mengalami basah dan kering berganti-ganti
b.      Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Beton yang berhubungan dengan air tawar/payau/laut

275
325


325

275

325
tabel 1.9

tabel 1.10
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo



Tabel 1.9. Kandungan Semen Minimum untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah  yang Mengandung Sulfat
Konsentrasi sulfat (SO3)

Kandungan semen min (kg/m3)
Dalam Tanah
SO3 dalam
Jenis Semen
Ukuran maks agregat
Total SO3(%)
SO3 dalam camp. air tanah 2:1 (gr/L)
Air tanah (gr/L)

40
mm
20
mm
10
mm
<0.2
<1.0
<0.3
Tipe I dengan/tanpa pozolan (15-40%)
280
300
350
0.2-0.5
1.0-1.9
0.3-1.2
Tipe I tanpa pozolan
290
330
380



Tipe I + pozolan (15-40%)/semen portland pozolan
270
310
360



Tipe II atau V
250
290
340
0.5-1.0
1.9-3.1
1.2-2.5
Tipe I + pozolan (15-40%)/semen portland pozolan
340
380
430



Tipe II atau V
290
330
380
1.0-2.0
3.1-5.6
2.5-5.0
Tipe II atau V
330
370
420
>2.0
>5.6
>5.0
Tipe II atau V dan lapisan pelindung
330
370
420
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

Tabel 1.10. Kandungan Semen Minimum untuk Beton Bertulang dalam Air
Berhubungan dengan
Tipe Semen
Kandungan semen min. Ukuran max agregat (mm)
40
20
Air tawar
Semua Tipe I - V
280
300
Air payau
Tipe I + pozolan (15-40%)/semen portland pozolan
340
380

Tipe II atau V
290
330
Air laut
Tipe II atau V
330
370
Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

14).   Penyesuaian kebutuhan semen.
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah (12) ternyata lebih            sedikit dari kebutuhan semen minimum (langkah 13) maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.


15).   Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen.
   Jika jumlah semen terjadi perubahan akibat langkah (14) maka nilai FAS    berubah. Dalam hal ini, dapat dilakukan dua cara berikut :
a.             FAS dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah    semen minimum. Hal ini akan menurunkan FAS.
b.            Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen. Hal ini akan menaikkan jumlah air.
16).   Penentuan daerah gradasi agregat halus.
Berdasarkan gradasi hasil analisis ayakan agregat halus yang dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 1.9. Dengan tabel 1.9, agregat halus dapat dimasukan menjadi salah satu dari 4 daerah, yaitu 1, 2, 3 atau 4.
Tabel 1.11. Batas Gradasi Pasir
Lubang ayakan (mm)
Persen butir yang lewat ayakan
1
2
3
4
10
100
100
100
100
4.8
90-100
90-100
90-100
95-100
2.4
60-95
75-100
85-100
95-100
1.2
30-70
55-90
75-100
90-100
0.6
15-34
35-59
60-79
80-100
0.3
5-20
8-30
12-40
15-50
0.15
0-10
0-10
0-10
0-15

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

17).   Perbandingan agregat halus dan agregat kasar.
  Hal ini dilakukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat agregat campuran. Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, fas, dan daerah gradasi agregat halus.





18).   Berat jenis agregat campuran.
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
Bj campuran = P/100 x bj agregat halus + K/100 x bj agregat kasar
         dengan :
   Bj campuran = berat jenis agregat campuran
   P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran
   K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran
  Berat jenis agregat halus dan kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium, namun jika tidak ada dapat  diambil sebesar 2,6 untuk          agregat tak dipecah/alami dan 2,7 untuk agregat pecahan.
19).   Penentuan berat jenis beton.
  Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah (18) dan kebutuhan air tiap meter kubik beton pada langkah (11) maka dengan grafik “Hubungan  Kandungan Air, Berat Jenis Agregat Campuran, dan Berat Beton” dapat diperkirakan berat jenis betonnya.
20).   Kebutuhan agregat campuran.
  Kebutuhan ini dihitung dengan cara berat beton /m3  dikurangi kebutuhan air semen.
21).   Kebutuhan agregat halus yang diperlukan.
         Kebutuhan agregat halus yang diperlukan berdasarkan hasil langkah (17) dan langkah (20). Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
22).   Kebutuhan agregat kasar  yang diperlukan.
         Kebutuhan agregat kasar  yang diperlukan berdasar hasil langkah (20) dan langkah (21). Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus.

Pada perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering permukaan. Dalam kenyataan di lapangan yang pada umumnya keadaan agregatnya tidak jenuh permukaan, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Koreksi harus selalu dilakukan minimal satu kali per hari.
Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
1. Air                           = A – [(Ah – A1) / 100 ] x B – [( Ak – A2 ) / 100 ] x C
2. Agregat Halus         = B + [(Ah – A1) / 100 ] x B
3. Agregat Kasar         = C +  [(Ah – A2) / 100 ] x C

dengan :          A   = jumlah kebutuhan air (liter /m3)
            B   = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
            C   = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
            Ah = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
            Ak = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
            A1 = kadar air pada agregat halus jenuh kering permukaan (%)
            A2 = kadar air pada agregat kasar jenuh kering permukaan (%)

Cara Standar Departemen Pekerjaan Umum ini mempunyai kekurangan antara lain :
1.      Jenis agregat hanya ditetapkan sebagai batu pecah dan alami saja. Pada kenyataan di lapangan hal ini sangat sulit karena walaupun agregat alami tetapi bentuk dan permukaannya tidak bulat atau halus. Kekasaran permukaan butiran merupakan hal yang sulit diukur. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah air yang diperlukan pada langkah (1).
2.      Sulit mendapatkan hasil yang tepat dari diagram proporsi agregat halus terhadap agregat total yang dipakai pada langkah (16).
3.      Diagram hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan rata–rata silinder beton tidak sama untuk berbagai jenis agregat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: